Kisah Dakwah Nabi di Thaif

Kisah dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Thaif adalah salah satu peristiwa yang sangat menyentuh dalam sejarah Islam. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesepuluh kenabian, setelah wafatnya Abu Thalib (paman Nabi) dan Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi). Peristiwa ini dikenal sebagai salah satu tahun penuh kesedihan (عام الحزن).

Kisah Dakwah di Thaif

Nabi Muhammad ﷺ pergi ke Thaif dengan harapan agar penduduknya menerima Islam. Beliau juga berharap mendapatkan perlindungan dari para pemimpin Thaif setelah perlakuan buruk yang diterimanya di Mekah. Namun, penduduk Thaif tidak hanya menolak dakwah Nabi, tetapi juga mengusirnya dengan cara yang sangat kasar. Mereka memprovokasi anak-anak dan orang-orang untuk melempari Nabi dengan batu hingga tubuh beliau terluka.

Dalam kondisi penuh penderitaan, Nabi berlindung di sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, dua orang dari Bani Rabi’ah. Di sana, Nabi ﷺ berdoa dengan penuh kerendahan hati kepada Allah.

Doa Nabi di Thaif

Berikut doa Nabi yang terkenal di peristiwa ini:

> اللَّهُمَّ إِلَيْكَ أَشْكُو ضَعْفَ قُوَّتِي، وَقِلَّةَ حِيلَتِي، وَهَوَانِي عَلَى النَّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، أَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِينَ، وَأَنْتَ رَبِّي، إِلَى مَنْ تَكِلُنِي؟ إِلَى بَعِيدٍ يَتَجَهَّمُنِي، أَمْ إِلَى عَدُوٍّ مَلَّكْتَهُ أَمْرِي؟ إِنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ غَضَبٌ عَلَيَّ فَلَا أُبَالِي، وَلَكِنَّ عَافِيَتَكَ هِيَ أَوْسَعُ لِي، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِكَ الَّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظُّلُمَاتُ، وَصَلَحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، أَنْ يَحِلَّ عَلَيَّ غَضَبُكَ، أَوْ يَنْزِلَ بِي سَخَطُكَ، لَكَ الْعُتْبَى حَتَّى تَرْضَى، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ.



Artinya:
"Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan lemahnya kekuatanku, sedikitnya upayaku, dan kehinaanku di mata manusia. Wahai Zat yang paling penyayang di antara yang penyayang, Engkau adalah Tuhan orang-orang yang lemah, dan Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapa Engkau menyerahkanku? Kepada orang jauh yang memusuhiku, atau kepada musuh yang menguasai urusanku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli, tetapi keselamatan dari-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan yang mendatangkan kebaikan bagi dunia dan akhirat, dari turunnya murka-Mu kepadaku atau datangnya murka-Mu. Hanya kepada-Mu aku berserah hingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan-Mu."

Dalil Kisah di Thaif

Kisah ini disebutkan dalam beberapa riwayat hadis, salah satunya dari Aisyah radhiyallahu 'anha yang bertanya kepada Nabi tentang peristiwa paling berat yang beliau alami. Nabi menjawab:

> كَانَ أَشَدُّ مَا لَقِيتُهُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ، فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ، فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي، فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)



Artinya:
"Peristiwa paling berat yang aku alami dari kaummu adalah pada hari di Aqabah, saat aku menawarkan diriku kepada Ibn Abd Yalil bin Abd Kulal, namun dia tidak memenuhi harapanku. Aku pergi dengan penuh kesedihan hingga aku tidak sadar berada di Qarn al-Thaalib."

Pelajaran dari Kisah Ini

1. Kesabaran dalam Dakwah: Nabi ﷺ menunjukkan kesabaran luar biasa meskipun mendapat perlakuan buruk.


2. Doa sebagai Kekuatan: Nabi ﷺ selalu mengembalikan segala urusan kepada Allah.


3. Kasih Sayang terhadap Umat: Meskipun diperlakukan buruk, Nabi tidak berdoa agar penduduk Thaif dihancurkan, tetapi berharap generasi berikutnya menerima Islam.

Kisah ini menjadi teladan bagi umat Islam untuk tetap berpegang teguh pada iman meski menghadapi ujian berat.




Sepeninggal Abu Thalib dan Khadijah RA, gangguan kaum kafir Quraisy terhadap Rasulullah Saw semakin meningkat. Kaum kafir Quraisy tak peduli dengan kesedihan yang tengah menghinggapi diri Rasulullah Saw. Hingga akhirnya, Rasulullah Saw memutuskan keluar dari Mekkah untuk menuju Thaif. Rasulullah Saw berharap penduduk Thaif mau menerimanya. Harapan Rasulullah Saw ternyata tinggal harapan. Penduduk Thaif menolak Rasulullah Saw dan mencemoohnya, bahkan mereka memperlakuan secara buruk terhadap Rasulullah Saw. Kenyataan ini sangat menggoreskan kesedihan dalam hati Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw kembali ke Mekkah dalam keadaan sangat sedih.
Keadaan ini diceritakan Rasulullah Saw saat ditanya oleh istrinya ‘Aisyah RA :
 هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ عَلَيْكَ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا “
Apakah pernah datang kepadamu (Anda pernah mengalami-Pen.) satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat ‘Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu ‘Abdi Yalîl bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarnust-Tsa’âlib, lalu aku angkat kepalaku. Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril , lalu ia memanggilku dan berseru: ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka’. Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain (yaitu dua gunung)’.” Lalu Rasulullah Saw menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”. [HR Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim].
Padahal bisa saja penduduk thaif itu di azab dengan ditimpakan dua gunung diatas kepala mereka seperti kaumnya Nabi Musa AS yang disambar petir :
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". (QS. Al-Baqarah Ayat 55)
Bisa saja Rasulullah Saw berdoa seperti doanya Nabi Nuh AS:
وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا
(Nabi) Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma`siat lagi sangat kafir.
Tetapi Rasulullah Saw malah berkata :
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا “
 “(Tidak) namun saya (masih) berharap agar Allah Swt melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”.
اللهم اهد قومي فإنهم لا يعلمون
"Ya Allah, berilah hidayah kepada kaumku karena sesungguhnya mereka itu belum mengetahuinya.
Rasulullah Saw bersikap sabar menghadapi perlakuan buruk para penentangnya. Meskipun mendapatkan perlakuan buruk, Rasulullah Saw tidak mendoakan kepada Allah agar menurunkan siksa kepada mereka. Namun sebaliknya, Rasulullah Saw mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah, atau anak cucu ketruanannya yang mendapatkan hidayah dan Allah mengabulkan doa Rasulullah Saw

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laut Merah

DOA DI DEPAN MAKAM RASULULLAH

Thawaf Sa'i Tahallul